Friday, November 23, 2018

Tips Merayakan Valentine Untuk Remaja

. Bukankah setiap tahun meski kita enggan, tapi ketika memasuki bulan Februari niscaya ada tanggal 14 yang diperingati sebagian orang sebagai “hari kasih sayang” terutama untuk kalangan remaja.

Walaupun kita enggan mempersoalkan valentine, tetapi untuk kalangan anak muda serta yang masih remaja, tanggal 14 Februari selalu dinantikan. Dan kita sebagai kepingan dari mereka, harus sanggup memahami, merangkul, serta membimbing mereka biar tidak hingga berlebihan dalam merayakan valentine.

Sebab, untuk mereka yang masih dewasa dengan darah muda yang masih menggelora tentunya tidak sanggup dihentikan dengan menyampaikan bahwa merayakan valentine itu haram, tidak baik, serta buang-buang energi saja lantaran semestinya hari kasih sayang dirayakan setiap hari bukan setahun sekali.

Namun, biasanya bila anak muda semakin dihentikan maka akan semakin menjadi - jadi, berbuat nekat yakni ciri khas dari seorang dewasa yang sedang labil untuk penunjukkan jati dirinya. Pernah mendengar ketika ada orang renta yang melarang anaknya biar tidak perlu merayakan valentine, tetapi dengan lugas oleh sang anak malah balik bertanya.

“Ibu/ Ayah, memang dulunya gak pernah mencicipi muda ya?”

Atau juga, “Ibu/ Ayah sewaktu pacaran diam-diaman saja bagai patung?”

Dan, “Ibu/ Ayah kini kan bukan zaman Siti Nurbaya, dimana Orang renta memegang kendali penuh atas anaknya. Kini kala millenium dengan Demokrasi di segala bidang, termasuk kebebasan menentukan cinta untuk kami, sang anak…”

*   *   *

Ketiga kalimat diatas hanya sebagai perumpamaan saja yang saya tulis, ketika saya sedikit mengamati prilaku kawan-kawan dewasa di sekitar tempat tinggal saya. Bukan bermaksud bombastis, vulgar atau melawan orang tua, tetapi pada kenyataannya itulah reaksi dari anak muda ketika kedua Orang tuanya melarang untuk merayakan valentine.

Tiga pertanyaan balik dari sang anak ketika dihentikan Orang tuanya, yakni kartu truf mereka saat-saat menjelang valentine. Sebagai orang tua, kita sanggup berkilah bahwa dulu di kala 80-90an tidak ada itu yang namanya valentine lah, atau merayakan hari kasih sayang segala, bla-bla-bla…

Tetapi anak kini yang sudah banyak mengenal teknologi pasti  telah mempersiapkan jawabannya, “Itu kan zaman dulu, ketika ‘kuda masih gigit besi’ kini zaman modern Bu/ Yah, kudanya sudah makan burger sama pizza.” Atau sanggup saja mereka berkata, “lagian dulu kan belum ada internet, facebook, chattingan, atau emailan masih nol, yang ada cuma kirim-kirim surat yang sampainya sanggup seminggu kemudian…”

Setelah mendengar argumen mereka, apa reaksi kita dari Orang Tua?

Tentunya akan murka bila mengetahui anaknya melawan mirip itu, bahkan hingga membangkang dengan memutar balikkan pertanyaan. Namun bila kita sendiri mau jujur (-Maaf, saya sendiri belum berkeluarga, jadi ini hanya sekadar menuliskan yang saya dapat) sebagai orang tua, dahulunya pun pernah mencicipi jatuh cinta, entah itu cinta pertama, kedua, ketiga hingga mungkin hingga angka kesepuluh.

Dalam lubuk hati yang paling dalam juga menyadari, meski tidak membenarkan pernyataan sang anak, tetapi mereka pun tidak salah. Karena memang zaman telah berubah, dulu valentine sama sekali tidak dirayakan bahkan terkesan biasa-biasa saja layaknya hari biasa. Tetapi kini tentu berbeda jauh, seiring dengan perkembangan zaman yang pastinya bergerak dan tidak stagnan maka valentine menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh sang anak dan beberapa dewasa lainnya.

Percuma saja bila dilarang, bahkan mengunci kamar sang anak, malah yang ditakutkan akan menimbulkan perilaku pemberontakan dari anak itu sendiri yang memang sedang masa-masanya ingin memperlihatkan jati diri mereka. Sebagai Orang renta yang sayang pada anaknya, tentu mengharapkan yang terbaik dari mereka, bukan hanya mengekang tapi harus memperlihatkan kebebasan berekpresi untuk sang anak, dalam artian bebas tapi tidak kebablasan.

Sebab, kebahagiaan anak yakni kebahagiaan orang renta juga. Jangan hingga dengan dalih melarang valentine untuk kebaikan sang anak malah akan menciptakan mereka menjadi galau, labil dan memberontak…

*   *   *

Untuk itu, saya yang pernah mencicipi masa-masa dewasa yang penuh gejolak dan juga sebagai seorang yang sedang dalam masa transisi menjadi Orang tua. Punya sedikit pengalaman langsung mengenai hari valentine yang meski tidak ditunggu tetapi tetap ada setiap tanggal 14 Februari.

- Jadikan valentine itu menyerupai Cinta Pertama, bukan Malam Pertama!
Walaupun sama-sama ada kata “pertamanya” tapi perbedaan diantara keduanya sangatlah jauh laksana bumi dan langit. Kalau merayakan valentine mirip cinta pertama, tentu terasa indah ditemani cahaya gemerlapan di sebuah kafe dengan diisi obrolan, dan saling curhat masa lalu. Namun, bila diibaratkan malam pertama, itu yang gawat. Sebab sanggup indah di awal, namun sengsara di kemudian hari…

- Valentine hanya sebatas tukar-tukaran Kado, tidak lebih!
Entah itu cokelat, permen, atau boneka itu hal yang masuk akal dan sering dilakukakan dewasa mulai dari anak Smp, Sma hingga yang sudah kuliah sekalipun. Asal jangan tukar menukar harta yang paling berharga milik kita, alasannya itu sama saja bukan merayakan tetapi menjerumuskan.

- Jadikan tanggal 14 Februari sebagai penyemangat bukan penyengat!
Untuk yang masih muda, terutama dewasa laki-laki biasanya bila sedang jatuh cinta pada lawan jenis akan mengungkapkannya di hari valentine. Dengan menembak sang pujaan hati sempurna pada momen Istimewa tentu akan terasa istimewa, terlepas itu diterima atau tidak. Nah apabila sudah diterima tentunya akan sangat dikenang sebagai cinta pertama yang sangat berkesan, asal jangan hingga kebablasan hingga berbuat yang tidak-tidak.

- Tidak semua orang merayakan hari kasih sayang, hormatilah perbedaan.
Jangan hingga kita yang masih muda merayakan valentine dengan suka cita yang berlebihan, bebas berekspresi boleh saja alasannya itu hak setiap warga negara. Tetapi ingat juga, “lain lubuk lain belalang” ada beberapa kawasan tertentu meski tidak melarang perayaan valentine, tetapi juga membatasinya dengan ketat. Jangan hingga keasyikan berduaan dengan kekasih, maka di gerebek warga setempat lantaran merayakan hingga larut malam…

- Usahakan biar valentine itu hanya sebagai hari kasih sayang, bukan hari sayang-sayangan!
Nah ini yang terkadang sulit dilakukan apabila kedua anak insan sedang dimabok cinta hingga kepayang. Pegang-pegangan tangan diantara keduanya tanpa harus berbuat yang lebih. Diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai hari kasih sayang tersebut biar tidak menjadi salah kaprah. Disinilah tugas Orang tua, sebagai benteng utama untuk memperlihatkan filter berupa klarifikasi kepada putra-putrinya biar tidak hingga berbuat yang melebihi batas.

- Valentine itu tidak harus dirayakan, alasannya setiap hari yakni hari kasih sayang.
Untuk beberapa dewasa yang sedang galau, terkadang memaknai valentine sebagai hari yang ditunggu-tunggu. Tidak salah juga, lantaran tanggal 14 Februari dalam setiap tahun hanya jatuh sekali. Tetapi hanya dalam kewajaran saja, menyiapkan busana terbaik  untuk menjaga penampilan sekadar makan berduaan dengan pacar yakni lumrah. Jangan hingga terlalu bersemangat dengan menyediakan hal-hal lainnya yang malah menjurus kepada perbuatan yang aneh-aneh.

*   *   *

Beberapa dari goresan pena diatas hasil dialog dan chatting dengan banyak sekali kawan, baik yang sudah menjadi Orang renta serta dewasa yang masih sekolah. Tidak bermaksud lebih atau bahkan terkesan menggurui, hanya sekadar mengambil jalan tengah mengenai pemahaman valentine diantara Orang renta dan sang anak. Karena, benar atau tidaknya berpulang kepada diri kita masing-masing…

Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment